Silent Classroom: Fenomena Murid yang Hanya Aktif di Grup Chat, Bukan di Kelas

Jumat, 3 Oktober 2025 - 09:26 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi murid di dalam kelas. (Foto: pexels)

Ilustrasi murid di dalam kelas. (Foto: pexels)

Pernahkah Anda melihat murid yang begitu aktif berpendapat di grup WhatsApp atau Telegram kelas, tetapi ketika berada di ruang kelas mereka justru diam seribu bahasa? Fenomena ini kini dikenal dengan istilah Silent Classroom.

Silent Classroom adalah kondisi ketika murid terlihat pasif saat proses belajar tatap muka, namun justru sangat vokal dan berani menyampaikan opini di ruang virtual, terutama grup chat kelas. Fenomena ini semakin nyata terjadi di era digital, di mana komunikasi lebih banyak berlangsung lewat layar gawai ketimbang tatap muka langsung.

Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang fenomena Silent Classroom: mulai dari definisi, penyebab, dampak, hingga strategi guru dan orang tua untuk mengatasinya.

Apa Itu Silent Classroom?

Silent Classroom bukan sekadar “murid malu bicara”. Lebih jauh, ini adalah gejala sosial-psikologis di mana siswa lebih nyaman mengekspresikan diri di ruang digital ketimbang berinteraksi langsung di kelas.

Beberapa ciri khas Silent Classroom antara lain:

  • Diskusi di kelas cenderung sepi, guru yang lebih banyak berbicara.
  • Murid cenderung menunduk, menghindari tatapan, atau hanya menjawab singkat ketika ditanya.
  • Aktivitas belajar lebih “hidup” di grup chat, terutama setelah jam pelajaran selesai.
  • Ide, opini, bahkan kritik lebih berani muncul di ruang digital ketimbang tatap muka.

Fenomena ini bisa kita lihat baik di tingkat sekolah menengah maupun perguruan tinggi.

Mengapa Silent Classroom Terjadi?

Ada beberapa faktor yang mendorong murid lebih aktif di grup chat dibandingkan di kelas.

1. Faktor Psikologis

  • Rasa takut salah → Murid khawatir jika jawabannya dianggap bodoh atau ditertawakan teman.
  • Kecemasan sosial → Sebagian siswa merasa gugup berbicara di depan banyak orang.
  • Kurang percaya diri → Mereka lebih nyaman menulis di chat yang memberi waktu berpikir.

2. Faktor Teknologi dan Kebiasaan Digital

  • Generasi Z dan Alpha tumbuh dalam budaya komunikasi teks, bukan verbal.
  • Grup chat memberi ruang untuk edit pesan sebelum dikirim, berbeda dengan bicara langsung.
  • Notifikasi dan emoji membuat diskusi terasa lebih ringan dan tidak formal.
Baca Juga:  Belajar Lewat Memes: Cara Unik Generasi Z Menyerap Informasi

3. Faktor Lingkungan Kelas

  • Pola pembelajaran masih didominasi ceramah satu arah.
  • Guru cenderung menilai partisipasi dari jawaban cepat, bukan kualitas.
  • Adanya “dominasi murid tertentu” yang membuat siswa lain enggan bicara.

Dampak Silent Classroom

Fenomena ini tidak bisa dianggap remeh karena memiliki dampak jangka panjang.

Dampak Negatif

  1. Kurangnya interaksi sosial → Murid tidak terbiasa mengungkapkan pendapat secara langsung.
  2. Keterampilan komunikasi menurun → Bisa memengaruhi karier di masa depan.
  3. Kelas terasa monoton → Diskusi tidak hidup, guru kesulitan mengukur pemahaman.
  4. Ketergantungan digital → Murid lebih mengandalkan ruang virtual dibanding realitas.

Dampak Positif

Meski begitu, Silent Classroom juga memberi sisi positif:

  • Murid tetap bisa menyampaikan ide tanpa takut diejek.
  • Grup chat jadi wadah dokumentasi diskusi yang bisa dibaca ulang.
  • Guru dapat melihat sisi kreatif murid yang mungkin tak muncul di kelas.

Strategi Mengatasi Silent Classroom

Fenomena ini bukan berarti buruk sepenuhnya. Justru, guru dan orang tua bisa memanfaatkannya dengan pendekatan yang tepat.

1. Guru: Menciptakan Suasana Kelas yang Aman

  • Gunakan metode diskusi kelompok kecil.
  • Hargai semua jawaban murid, termasuk yang salah.
  • Gunakan humor untuk mencairkan suasana.

2. Integrasi Chat dengan Pembelajaran

Daripada melarang, guru bisa memanfaatkan grup chat sebagai bagian dari pembelajaran:

  • Membuka sesi tanya-jawab online sebelum kelas dimulai.
  • Menggunakan polling atau kuis digital.
  • Membahas komentar di chat sebagai bahan diskusi tatap muka.

3. Melatih Murid Berbicara Secara Bertahap

  • Mulai dengan presentasi kelompok kecil.
  • Gunakan metode think-pair-share: murid berpikir sendiri, diskusi berpasangan, lalu berbagi ke kelas.
  • Beri kesempatan pada murid untuk memilih topik yang mereka sukai.
Baca Juga:  IBI Kosgoro dan Telkom Indonesia Perkuat Transformasi Digital di Dunia Pendidikan Tinggi

4. Peran Orang Tua

  • Dorong anak untuk berani bercerita di rumah.
  • Batasi waktu penggunaan gadget agar komunikasi tatap muka tetap terjaga.
  • Berikan apresiasi setiap kali anak berhasil berbicara di depan orang lain.

Apa Kata Ahli tentang Silent Classroom?

Menurut beberapa pakar pendidikan dan psikologi:

Howard Rheingold (pakar komunikasi digital): “Generasi baru lebih nyaman dengan teks daripada suara. Pendidikan harus beradaptasi.”

Psikolog Pendidikan Indonesia: “Rasa aman adalah kunci. Murid yang takut salah butuh ruang aman sebelum berani bicara.”

Pendapat ini menegaskan bahwa solusi bukan mematikan ruang digital, tetapi memadukannya dengan strategi pembelajaran tatap muka.

Tips untuk Murid agar Lebih Berani di Kelas

Jika Anda seorang murid yang sering aktif di chat tapi diam di kelas, coba lakukan hal berikut:

  1. Latihan bicara di depan cermin → melatih ekspresi wajah dan kepercayaan diri.
  2. Mulai dari hal kecil → misalnya bertanya singkat pada guru.
  3. Siapkan catatan → agar lebih mudah menyampaikan ide.
  4. Cari teman pendukung → ajak teman untuk saling mendukung saat diskusi kelas.
  5. Belajar menerima kesalahan → ingat, salah adalah bagian dari proses belajar.

Silent Classroom adalah fenomena baru di era digital di mana murid lebih aktif di grup chat dibandingkan di kelas. Meski tampak sepele, hal ini menyimpan dampak besar bagi keterampilan komunikasi dan kualitas pembelajaran.

Dengan strategi yang tepat, fenomena ini bisa diubah menjadi peluang. Guru dapat mengintegrasikan teknologi digital dengan pembelajaran tatap muka, sementara murid dilatih untuk lebih percaya diri berbicara secara langsung.

Pada akhirnya, kelas yang ideal adalah ruang di mana murid bebas menyampaikan pendapat—baik lewat kata-kata tertulis maupun lisan.

Follow WhatsApp Channel kilasmerdeka.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Belajar Lewat Memes: Cara Unik Generasi Z Menyerap Informasi
IBI Kosgoro dan Telkom Indonesia Perkuat Transformasi Digital di Dunia Pendidikan Tinggi

Berita Terkait

Jumat, 3 Oktober 2025 - 09:34 WIB

Belajar Lewat Memes: Cara Unik Generasi Z Menyerap Informasi

Jumat, 3 Oktober 2025 - 09:26 WIB

Silent Classroom: Fenomena Murid yang Hanya Aktif di Grup Chat, Bukan di Kelas

Senin, 29 September 2025 - 14:21 WIB

IBI Kosgoro dan Telkom Indonesia Perkuat Transformasi Digital di Dunia Pendidikan Tinggi

Berita Terbaru